THABAQAT MUFASSIRIN

THABAQAT MUFASSIRIN



BAB 1

PENDAHULUAN

Thabaqat mufassirin merupakan lapisan atau tingkatan mufassir. Dalam hal ini terbagi atas mufassir dari kalangan sahabat, dari kalangan tabi’in, dari kalangan imam dan masyayikh dan dari kalangan pembaharu. Kesemuanya terkait antara satu dengan yang lainnya. Di kalangan sahabat sendiri banyak sekali yang memiliki keahlian dalam bidang tafsir. Diantara mereka ialah Ali bin Abi thalib, Abdullah Bin Mas’ud, dan Abdullah Bin Abbas. Sementara Thabaqat Mufassirin tabi’in, terbagi menjadi tiga thabaqat yaitu thabaqat ulama Mekkah, thabaqat ulama Madinah dan thabaqat ulama Iraq.

Sampai terakhir masuk kepada zaman pembaharuan, yang memunculkan tafsir disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Untuk lebih jelasnya, dapat kita lihat pada pembahasan berikutnya.

BAB 2

PEMBAHASAN

1. a. Definisi Thabaqat Mufassirin

Thabaqat ialah lapisan atau tingkatan. Sedangkan thabaqat mufassirin dapat diartikan lapisan atau tingkatan mufassir dari zaman sahabat sampai kepada zaman pembaharuan.

1. b. Tokoh-tokoh Mufassir Zaman Sahabat

Mufassir dari kalangan sahabat. Diantara mereka yang paling terkenal adalah empat khalifah, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay Bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Ays’ari, Abdullah bin Az-Zubair, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Jabir dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash. Diantara empat khalifah yang banyak diriwayatkan tafsirya adalah Ali bin Abi Thalib, sedangkan periwayatan dari tiga khalifah lainnya jarang sekali. Yang demikian disebabkan mereka meninggal lebih dahulu, sebagaimana terjadi pada Abu bakar.[1] Sebab lain yakni kesibukan mereka mengurus kekhalifahan dan kebutuhan akan tafsir masih sedikit mengingat masih banyaknya orang-orang yang pandai di bidang tafsir.[2]

Mengenai Ali bin Abi Thalib, beliau terkenal dengan keberaniannya, kepintarannya dalam bidang ilmu dan kesucian jiwa. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, beliau mengatakan :“Tanyakanlah saya, tanyakanlah saya dan tanyakanlah saya tentang kitabullah ! Demi Allah, tidak satu ayat pun dalam kitabullah, kecuali saya mengetahui diturunkannya siang atau malam hari.” Ibnu Abbas ra. Mengatakan : “ bila datang kepada kami riwayat seorang yang jujur dari Ali. Kami tidak akan menyimpang darinya.” Riwayat lain mengatakan : “ saya tidak akan mengambil riwayat tafsir Al-Qur’an, melainkan dari Ali.”

Abdullah bin Mas’ud, beliau termasuk orang-orang yang pertama kali masuk Islam, turut serta berhijrah pada dua hijrah dan peperangan badar serta peperangan lainnya. Beliau sempat mempelajari dari Nabi SAW. Lebih dari 70 surat dalam Al-Qur’an. Nabi SAW. Pernah mengatakan kepada Abdullah bin Mas’ud pada masa pertama keislamannya : sesungguhnya engkau adalah anak yang cerdik.” Beliau katakan lagi : “ Barang siapa yang hendak membaca Al-Qur’an setepat diturunkan, hendaklah ia membacanya menurut bacaan Ibnu Ummi Abd.”

Sementara itu ibnu Mas’ud lebih banyak diriwayatkan tafsinya dari pada Ali. Ibnu jarir dan yang lain meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ia berkata: “Demi Allah tiada tuhan selain dia, tidaklah diturunkan satu ayat pun dari kitabullah kecuali aku tahu berkenaan dengan siapa dan dimanakah ia diturunkan. Andai kata aku mengetahui tempat seseorang yang lebih tahu dari aku tentang kitabullah ia dapat dicapai dengan kendaraan, aku pasti datangi.”[3]

Abdullah bin Abbas, beliau merupakan anak paman Rasulullah SAW, dilahirkan tiga tahun sebelum hijriyah. Beliau melajimkan pergaulan dengan Nabi SAW karena kedudukannya sebagai anak paman Nabi dan bibinya yang bernama Maimunah merupakan istri Nabi SAW. Berkat doa-doa dari Nabi SAW, beliau menjadi tinta umat dalam penyebaran tafsir Al-Qur’an dan Fiqih. Allah SWT telah memberikannya taufik

hingga beliau mendapatkan kedudukan yang tinggi hingga Umar bin Khatab sering mengundangnya dalam berbagai pertemuan dan meminta pendapatnya. [4]

Sedangkan Zaid Ibn Shabit, Abu Musa Asyaryi, Abdullah Ibn Zubair,mereka meriwayatkan tafsir lebih sedikit daripada keempat khulafarurasyidin.[5]

1. c. Tokoh-tokoh Mufassir Zaman Tabi’in

Ulama-ulama tabi’in dapat kita bagi kepada tiga thabaqat yaitu thabaqat ulama mekkah, thabaqat ulama madinah dan thabaqat ulama iraq.

1. thabaqat ulama Mekkah[6]

Tabi’in-tabi’in mekkah, adalah ulama-ulama yang lebih mengetahui tentang ilmu tafsir. Demikian oleh As-Sayuthy dari ibnu Taimiyah, bahwasannya beliau berkata: “ ulama yang paling pandai tentang tafsir, ialah tabi’in mekkah, karena mereka terdiri dari sahabat-sahabat Ibnu Abbas, seperti Mujahid, Atha’ ibn Abi Rabah, Ikrimah maula ibn Abbas, Said ibn Jubair dan thus.”

Mujahid, adalah orang yang paling dipercaya diantara perawi-perawi tafsir yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Asy syafi’y, Al-Buhary dan tokoh-tokoh ilmu yang lain berpegang kepada tafsir mujahid.

Atha’ dan said juga terpandang perawi-perawi kepercayaan yang meriwayatkan tafsir dari ibnu abbas.

Ikrimah adalah seorang yang terpandai juga. Asy Syafi’y mengatakan kepadanya: “ tidak ada seorang pun yang masih tinggal yang lebih mengetahui kitabullah daripada Ikrimah.” Dan Ikrimah sendiri berkata : “Segala yang saya ceritakan kepadamu, maka semuanya ini saya terima dari Ibnu Abbas.”

Thus ibn Kaisan, adalah seorang ahli ilmu yang terkenal. Beliau bertemu dengan lima puluh sahabat Rasul dan beliau mengerjakan haji sebanyak 40 kali. Doanya selalu diperkenankan Allah.

1. Thabaqat ulama Madinah

Diantara ulama madinah yang terpandang, ialah Zaid ibn Aslam. Tafsinya dipelajari oleh putranya sendiri yang bernama Abdurrahman dan oleh Malik ibn Anas, imam kota Madinah.

Diantarnya pula Abu Aliyah, salah seorang perawi tafsir dari Ubay Ibn Ka’ab. Tafsirnya diriwayatkan oleh Ar rabi’ ibn Anas.

Diantaranya pula ialah Muhammad ibn ka’ab Al Quradhy. Mengenai beliau ini, ibnu Aun berkata : “ Saya belum pernah melihat seseorang yag lebih mengetahui tentang takwil Al-Qur’an selain Al Quradhy.

1. Thabaqat ulama Iraq

Banyak pula diantara tabi’in iraq yang terkemuka dalam bidang tafsir, seperti Masruq ibn Al Ajda’ beliau salah seorang yang wara’ dan zahid, salah seorang dari sahabat ibnu Mas’ud beliau diakui seorang kepercayaan oleh ibnu Ma’in. dan sering Al Qadhi Syuraih meminta pendapatnya dalam menghadapi masalah-masalah yang sulit.

Diantara yang meriwayatkan tafsirnya ialah Asy Sya’by, Abu Wail dan lain-lain. Qatadah ibn Dhamah, salah seorang perawi dari ibnu Mas’ud. Ibnul Musayyab berkata: “ saya tidak pernah melihat seorang penduduk iraq yang lebih hafadz daripada Qatadah.” Namun karena beliau hanya membicarakan masalah qadha dan qadar, maka banyak orang yang tidak mau menerima riwayatnya.namun demikian pengarag-pengarang kitab shhih meyambut baik riwayatnya.

Diantara ahli-ahli tafsir dari kalangan tabi’in yaitu:[7]

1. di kota Mekah: yaitu pengikut-pengikut Ibnu Abbas, seperti Mujahid, Ikrimah, Atha’ bin Abi rabaah.
2. Di Madinah yaitu pengikut Ubay bin Ka’ab, seperti Zaid bin Aslam Abu Al-‘Alyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurdhiy.
3. Di kota Kufah yaitu pengikut ibnu mas’ud seperti Qatadah, ‘ Al-Qamah dan Al-Sya’biy.

1. d. Tokoh – tokoh Mufassir Zaman Para Imam dan Masyayikh

Mereka yang menyusun kitab-kitab tafsir dengan metode koleksi pendapat-pendapat para sahabat dan tabi’in , seperti Sufyan bin Uyainah, Waki’ bin Al-jarrah, Syu’bah binbin Al-Hajjaj, yazid bin Harun, Abdurrazzaq, Adam bin Abu Iyas, Ishaq bin Rahawaih, ‘abd bin Humaid, Rauh bin ‘Ubadah, Abu bakar bin abi Syaibah dan lain-lain.

Kemudian disusul oleh generasi Ali bin Abi Talhah, Ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Majah, Al-hakim, Ibnu Mardawaih, Abu Asy-Syaikh Bin Hibban, Ibnu Al-Mundzir dan lain-lain. Tafsir-tafsir mereka memuat riwayat-riwayat yang disandarkan kepada para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. semuanya sama, kecuali yang disusun oleh ibnu jarir Ath-Thabari, dimana ia mengemukakan berbagai pendapat dan mentarjihkan salah satu dengan yang lain, serta menerangkan I’rab dan Istinbath hukum. Karena itu tafsir ini lebih unggul dari yang lainnya.[8]

1. e. Tokoh – tokoh Mufassir Zaman Pembaharuan

Masa kebangkitan modern. pada masa ini para mufassir menempuh lagkah dan pola baru dengan memperhatikan keindahan uslub ( redaksi ), kehalusan ungkapan, dan menitik beratkan pada aspek-aspek sosial, pemikiran kontemporer dan aliran-aliran modern, sehingga lahirlah sastra-sosial diantara mufassir kelompok ini adalah Muhammad Abduh, Sayyid Muhammad Rasyid Rida, Muhammad Mustafa Al-Maraghi, Sayyid Quthub dan Muhammad ‘Izzah darwazah.[9]

BAB 3

PENUTUP

Dalam perjalannya thabaqat mufassirin saling terkait antara satu dengan yang lain, dimana telah dibahas diatas bahwa zaman sahabat mengambil keterangan tafsir dari nabi SAW, sedangkan kalangan Tabi’in mengikuti apa yang telah ditafsirkan oleh para sahabat, bahkan membukukannya secara lengkap dan mempunyai kwalitas ilmu tafsir yang tinggi.

Demikian makalah ini kami sampaikan, jika ada kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam ucapan, kami mohon maaf.

DAFTAR PUSTAKA

* El-Mazni, Lc. MA, H. Aunur Rafiq, , Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (terjemah), ( jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2004).
* Al-Munawar, M.A, H.S Agil Husain, diambil dari kitab “Ushulun Fi Al-Tafsir” (terjemah), (semarang: Dina Utama, 1989 ).
* Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. teungku Muhammad, Ilmu-ilmu Al-Qur-an, (Semarang :P ustaka Rizki Putra, 2002).
* Hasan Yunus, Dirasat Wa Mabahis Fi Tarikh At-Tafsir Wa Manahij Al-Mufassirin, (Jamiah al-ahzar, al–Khohirah).

[1] H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA , Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (terjemah), ( jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2004), cet, ke-13, h, 200

[2] H.S Agil Husain Al-Munawar, M.A, diambil dari kitab “Ushulun Fi Al-Tafsir” (terjemah), (semarang:Dina Utama, 1989 ) cet,1, h, 42

[3] H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Op. Cit, h, 202

[4] H.S Agil Husain Al-Munawar, M.A, Op.cit h, 45

[5] Hasan Yunus, dirasat wa mabahis fi tarikh at-tafsir wa manahij al-mufassirin, (jamiah al-ahzar, al –khohirah), h, 34

[6] Prof. DR. teungku Muhammad hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur-an,(Semarang :P ustaka Rizki Putra, 2002), cet,1 , h, 223

[7] H.S Agil Husain Al-Munawar, M.A, Op.cit h, 46

[8] H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Op. Cit, h,204

[9] H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Ibid , h, 205