Pengertian dan Sejarah AhlusSunnah Wal Jama'ah

Pengertian dan Sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah - mari kita membahas apa yang dimaskud para ulama' dengan sebutan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dimana aliran yang akan masuk surga dari beberapa aliran yang percah di dalam islam. Silahkan sobat baca dan copy pelajaran dan Sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dalam agama Islam.



A. Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah

Ahlus sunnah waljama’ah meruoakan satu-satunya dari 73 golongan yang akan masuk surga. Tapi, sebelum kita bahas lebih banyak lagi

alangkah baiknya kalau kita tahu dulu, apakah sebenarnya Ahlus sunnah waljama’ah itu?


Dari segi bahasa, Ahlu berarti keluarga / golongan atau pengikut, Assunnah artinya ajaran Nabi saw. yang meliputi :

a.) Perkataan Nabi saw. (sunnah qauliah)

b.) Perbuatan Nabi saw. (sunnah fi’liyyah)

c.) Sikap Nabi saw. dalam menilai ucapan & tingkah laku seorang sahabat (sunnah taqririyyah)

Sedangkan Al-jama’ah artinya kelompok atau kumpulan, maksudnya adalah

Sahabat-sahabat Nabi saw. yang beriman, hidup sezaman dan pernah berjumpa dengan Beliau. Jadi, Ahlus sunnah wal-jama’ah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah / ajaran Nabi Muhammad saw. serta mengikuti jejak langkah sahabat Nabi Muhammad saw.

Ulama’-ulama’ syafi’iyah membagi sunnah menjadi dua bagian:

a.) Sunnah muakkadah, yaitu segala urusan dikerjakan secara tetap oleh Nabi Muhammad saw. misalnya sunnah Rawatib

b.) Sunnah ghairu muakkada, yaitu segala urusan yang tidak difardlukan dan tidak dikerjakan olah Nabisecara tetap. Misalnya, shalat sebelum maghrib dan sebelum isya’

B. Bid’ah

Pengertian bid’ah dapat terbagi menjadi dua, yaitu:

a.) Bid’ah Syar’iah, dan

b.) Bid’ah Lughawiah.

Marilah kita bahas satu persatu dari bid’ah tersebut.

A.) Bid’ah Syar’iah, yaitu: setiap ucapan, perbuatan atau I’tiqad yang bertentangan dengan Al-kitab (Al-Qur’an), Assunnah (Hadits Nabisaw.), Al-Ijma’ Al-qiyas.

B.) Bid’ah Lughawiyyah, yaitu: segala sesuatu yang diciptakan /belum pernah terjadi di zaman Rasulullah.

Akan tetapi, tidak semua bid’ah itu sesat. Ada juga bid’ah yang baik. Menurut Ahlus sunnah Wal-jama’ah, bid’ah yang baik dinamakan Bid;ah Hasanah. Bid’ah Hasanah pernah terjadi di zaman khalifah Umar bin Khathab yaitu tarawih para sahabat Nabi saw. di Masjid Nabawi (Madinah) yang dilakukan terus-menerus dengan berjama’ah.

Dalam menanggapi masalah ini, khalifah Umar bin Khathab berkata:


‘’Sebaik-baik bid’ah adalah ini (yakni shalat tarawih yang dikerjakan dengan berjama’ah secara berturut-turut)’’.

Jadi, landasan / sumber istilah ‘’Bid’ah Hasanah’’ tersebut adalah hasil mufakat / Ijma’ para sahabat dan Sunnah Qauliyah Nabi yang berbunyi:




‘’Hendaknya kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku …….’’



‘’Ikutilah orang-orang sesudahku, Abu Bakar dan umar ‘’

C. Al-Firqatun Najiyah

Setelah berlalunya abad-abad kejayaan Islam, maka bercampurlah kaum muslimun dengan pemeluk beberapa agama yang menyimpang. Kitab ajaran kuffar diterjemahkan dan para raja Islampun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk agama kafir untuk dijadikan menteri dan penasehat kerajaan maka semakin dahsyatlah perselisihan dikalangan ummat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Demikian pula dengan madzhab-madzhab batil ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan ummat. Hal itu akan berlangsung terus sampai sekarang hingga pada masa yang dikehendaki Allah. Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah dan Ahlus Sunnah wal-jama’ahmasih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar,

C1. Nama-nama Al-Firqatun Najiyah dan artinya

Al-Firqatun Najiyah merupakan salah satu golongan yang selamat dari kesesatan. Kelompok ini juga mempunyai nama-nama yang agung yang membedakan dengan kelompok lain. Diantara nama-namanya adalah Al-Firqatun Najiyah (golongan yang selamat), Ath-Thaifatul Manshurah (golongan yang ditolong) dan Ahlus Sunnah Wal-jama’ah yang artinya adalah sebagai berikut:

1. Kelompok yang selamat dari api neraka yang telah dikhususkan Rasul saw. ketika menyebut kelompok-kelompokyang ada pada ummatnya, sabdanya:‘’Semuanya di neraka kecuali satu, yaitu yang tidak masuk neraka’’

2. kelompok yang berpegang teguh pada Al-Qur’an, Assunnah dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu pertama, baik dari kalangan Muhajirin maupun dari kalangan Anshor , sebagai mana disabdakan beliau: ‘’Mereka itu adalah orang-orang yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan sahabatku lakukan hari ini’’

3. Mereka yang menganut faham Ahlus Sunnah wal-Jama’ah . mereka

Itu bisa dibedakan dari kelompok lainya pada dua hal penting. Pertama: kominmen mereka terhadap sunnah sehingga mereka disebut sebagai pemeluk sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeda dengan kelompok lainnya karena mereka berpegang teguh pada pendapat, hawa nafsu dan perkataan pemimpinnya. Oleh karena itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada sunnah, tetapi dinisbatkan kepada bid’ah dan kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri. Seperti Al-Qadariyah dan Al-Murji’ah atau dinisbatkan kepada para Imamnya seperti Al-Jahmiyah, atau dinisbahkan kepada pekerjaan-pekerjaan kotor mereka seperti Ar-Raafidhahdan Al-Khawarij. Adapun perbedaan yang kedua adalah bahwa mereka itu Ahlu-Jama’ah karena kesepakatan mereka untuk berpegang teguh kepada kebenaran dan jauh dari perpecahan. Berbeda dengan kelompok lain, mereka tidak sepakat untuk berpegang teguh kepada kebenaran tetapi kapada hawa nafsu mereka sendiri, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.

4. kelompok ini adalah kelompok yang ditolong Allah sampai hari kiamat Karena gigihnya mereka dalam menolong agama Allah, maka Allah menolong mereka, sebagaimana firman Allah:

‘’Jika kamu kenolong Allah niscaya Allah akan menolong kalian’’ (Q.S.47:7)

D. Prinsip-prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal-Jama’ah

Ahlus Sunnah mempunyai prinsip-prinsip yang berbeda dengan faham-faham yang lain. Perbedaan tersebut terletak pada banyak hal, dianta-ranya: a.) Iman

Dalam hal ini, Ahlus Sunnah wal-Jama’ah mempunyai enam keimanan, yaitu: 1. Iman kepada Allah

2. Iman kepada para malaikat-Nya

3. Iman kepada kitab-kitab-Nya

4. Iman kepada rasul-rasul-Nya

5. Iman kepada hari akhir

6. Iman kepada takdir baik dan buruk

1. Iman kepada Allah, yaitu percaya bahwa Allah itu ada atau ber-

ikrar dengan jenis-jenis Tauhid tiga serta meyakini dan mengamalkanya, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma wa Shifat. Adapun Tauhid Rububiyah adalah mengetauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah seperti mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan , dan Dialah Raja dan Penguasa segala sesuatu. Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba, yang dengan cara itu mereka bias mendekatkan diri kepada Allah seperti berdoa, takut, mengharap, cinta, menyembelih, bernadzar, memohon pertolongan, memohon bantuan, dll.

Sedangkan makna Tauhid Asma wa Shifat adalah menetapkan

apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan atas diri-Nya baiki itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan menyucikannya dari segala aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa tamtsil (perumpamaan), tanpa tasybih (penyerupaan), tahrif (penyimpangan), ta’thil (penafian) dan tanpa ta’wil .

2. Iman kepada para Malaikat-Nya, yaitu membenarkan adanya malaikat dan bahwa mereka adalah makhluk dari sekian banyak makhluk Allah, diciptakan dari cahaya untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini. Sebagaimana firman Allah:



“Bahkan Malaikat-malaikat itu adalah makhluk yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya” . (Q.S. 35:1)

3. Iman kepada Kitab-kitab-Nya, yaitu membenarkan adanya kitab-kitab Allah dengan segala kandungannya yang berupa hidayah dan cahaya dan diturunkan kepada orang-orang terpilih, yaitu para Nabi dan Rasul.

4. Iman kepada Rasul, yaitu percaya bahwa Allah telah menurunkan beberapa Rasul untuk menuntun manusia ke jalan yang lurus . Rasul berbeda dengan Nabi, karena Rasul diberi wahyu untuk dirinya sendiri dan untuk siarkan kepada ummatnya, tetapi kalau nabi hanya memparoleh wahyu dari Allah hanya untuk dirinya sendiri.

5. Iman kepada hari Akhirat, yaitu membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan RAsul-Nya baik tentang adzab, nikmat kubur, hari kebangkitan dari kubur hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatan, dll.

Orang-orang musyrik dan Dahriyyun telah mengingkari adanya hari akhir. Sedangkan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mengimani itu dengan keimanan yang benar sesuai dengan tuntunan, walaupun mereka beriman dengan adanya hari Akhir , Allah berfirman :

‘’ Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidaklah masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani . Demikianlah angan-angan mereka “.(Q.S. 2:111)

6. Iman kepada takdir, yaitu beriman bahwa Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi , menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz dan bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik buruk, kafir iman, ta’at dan maksiat adalah kehendak-Nya.

Berbeda dengan golongan Jabbariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya, tidak memiliki pilihan dan kemampuan, sebaliknya golongan Qadariyah berpendapat bahwa hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwa dialah yang menciptakan pekerjaan dirinya. Kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.

Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat itu, firman-Nya:”dan kamu tidak bias berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya”. (Q.S. 81:29)

b.) Iman itu adalah perkataan, perbuatan, dan keyakinan, bertambah dengan ketaatan, dan berkurang dengan maksiat.

Jadi, iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan, sebab itu adalah keimanan kaum munafik, bukan pula hanya sekedar mengetahui dan meyakini tanpa ikrar dan amal, sebab itu adalah keimanan orang-orang kafir yanag menolak kebenaran. Allah berfirman:

“Dan mereka mengingkarinya karena kedzaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati-hati meraka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu”. (Q.S. 27:14)

”Karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu menentang ayat-ayat Allah”. (Q.S. 6:33)

”Dan Kaum ‘Aad dan Tsamud, dan sesungguhnya telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syeitan menjadikan meraka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah, padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam “. (Q.S. 29:38)

Iman itu bukan hanya sekedar keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinian tanpa amal perbuatan karena itu adalah keimanan golongan jabbariyah

c.) Haram memberontak kepada pemimpin kaum muslimin bila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang selama hal tersebut tidak termasuk perbuatan kekafiran.

Hal tersebut sesuai dengan perintah Rasullullah saw. Tentang wajibnya taat kepada mereka dalam hal-hal yang bukan maksiat selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para pemimpin yang melakukan dosa besar walauoun belum melakukan perbuatan kafir dan mereka memandang hal tersebut sebagai Amal ma’ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu’tazilah seperti itu merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut munculnya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.

d.) Bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul saw. Sebagaimana digambarkan Allah SWT. Ketika mengisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian terhadap mereka:

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan: “ya Allah, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman, Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. 60:10)

Dan sesuai dengan sabda Rasul saw:

“Janganlah kalian sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaaikan salah seorang diantara mereka, dan tidak juga setengahnya”. (H.R. Bukhori 3/3673 dan Muslim 6/16 hal. 92-93)

e.) Mencintai Ahlul Bait sebagimana wasiat Rasullallh saw. Dalam sabdanya: 

“Sesungguhnya saya mengingatkan kalian akan Ahli Baitku” (H.R. Muslim 5/15 hal. 180 dan Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi ’Ashim no.629)

f.) Membenarkan adanya Karomah para wali.

Yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Sedangkan golongan yang mengingkari adanya Karomah itu diantaranya Mu’tazilah dan Jahmiyah yang pada hakikatnya mengingkari sesuatu yang mereka ketahui. Adapun perbedaan Karomah dengan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang Sholeh, sedang sihir adalah hal yang terjadi di luar kebiasaan yang diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan ateis degan menyesatkan manusia dan mengeruk harta mereka. Karomah bersumber dari ketaatan, sedangkan sihir bersumber dari maksiat dan kekafiran.



g.) Dalam berdalih selalu mengikuti dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul saw. Baik secara lahir maupun batin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshor pada umumnya dan Khulafaur Rasyidin pada khususnya sebagaimana wasiat Rasullullah saw. Dalam sabdanya: 

“Berpegang teguhlah kalian pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk”.

Dan Ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapapun atas firman Allah dan sabda Rasul. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlu Kitab wa Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur’an dan Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama’ umat ini. Inilah yang disebut dasar ketiga yang dijadikan sandaran setelah dua dasar pertama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Qur’an dan Sunnah.

Ahlu Sunnah tidak meyakini adanya kemaksuman (keterbatasan dari dosa) seseorang selain Rasulullah saw. Dan mereka tidak fanatic pada suatu pendapat hingga pendapat itu sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunna



Sekian materi pembelajaran toko blog tentang artikel pendidikan Pengertian dan Sejarah Ahlussunnah Wal Jama'ah semoga jadi manfaat bagi anda semua pembaca.