HUKUM UPAH DALAM MENGAJARKAN AGAMA

I. PENDAHULUAN
Islam membebani orang-orang yang berilmu untuk menyampaikan ilmunya kepada orang banyak (orang lain). Ilmu bukan untuk dimiliki sendiri, tetapi harus disebarkan kepada masyarakat, dengan demikian, islam mengharapkan agar para pemeluknya menjadi orang-orang yang berilmu dan mengajarkannya kepada orang lain serta mengamalkannya. Perhatikan hadis dibawah ini:
قَََََََََالُوا بَلَّغَ رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ ِليُبَلِّغِ الشَّا هِدُ اْلغَاءِبَ.رواه البُخَا رِىّ مسلم.ٌ
Artinya: “Hendaklah orang yang hadir mendengarkan ajaranku ini dan kemudian menyampaikannya kepada yang tidak hadir”. (HR. Bukhori Muslim) .

Penghargaan patut kita berikan kepada orang-orang yang telah berjasa dalam mengajarkan ilmu tentang agama maupun yang lainnya, baik berupa material maupun non material. Karena berkat jasa merekalah masyarakat jadi lebih mengetahui tentang sesuatu yang seharusnya diketahui oleh masyarakat dalam menjalani kehidupan sosial masyarakat dan agama.

II. PEMBAHASAN
Jika kita mengingat kembali sejarah perjalanan Rasulullah SAW, bahwa Beliau juga ikut berusaha untuk menutupi kebutuhan hidup di rumah tangganya dan bukan menunggu sedekah dan hadiah orang, walaupun secara tidak langsung bertani dan berkebun. Sejarah beliau semenjak kecil tidak mau ikut menumpangkan hidup kepada nenek dan paman beliau, tetapi paling tidak menerima upah dari hasil menggembalakan kambing, untuk membantu nenek dan pamannya.
Beliau mengajarkan agar kita jangan jadi beban orang lain dan mempraktekkannya langsung. Dan banyak sekali jalan yang diperbolehkan oleh agama dan negara sebagai perantara untuk mendapatkan hasil dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

أخبرنا أبو عبد الله الحا فظ، ثنا ابو يحي أحمد بن محمد بن إبرا هيم السمر قندى، ثنا أبو عبد الله محمد بن نصر، ثنا عبيد الله بن عمر القوا ر يري، ثنا يو سف بن يزيد يعنى أبا معسر البراء، ثنا عبيد الله بن الأخنس، عن ابن ابي مليكة، عن ابن عبا س أن نفرا من اصحا ب رسو ل الله ص م مرو بماء وفيهم لديغ أوسليم فعرض لهم رجل من أهل اللماء فقال لهم: هل فيكم من راق إن في الماء رجلا لديغا أو سليما فا نطلق رجل منهم فقرأ أم الكتاب على شاء فبرأ، فجاء بالشاء الى أصحابه فكر هوا ذلك وقالوا: أخذت على كتاب الله أجرا فأتى رسول لله صم: فأخبره بما كان، فقال رسول لله ص م: إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْ تُمْ عَلَيْهِ أَجرًا كِتَابُ ا للهِ عَزَوَجَلَ. (رواه البخري في الصحيح عن سيدان بن مضارب عن أبي معشر).
وَعَنِ ابْْنِ عبا س رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قالَ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْ تُمْ عَلَيْهِ أَجرًا كِتَابُ ا للهِ عَزَوَجَلَ. (رواه البخري).
Artinya: Ibnu Abbas RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda bahwa sesuatu yang lebih patut kamu terima upahnya ialah Kitab Allah. (HR. Bukhori) .
Ulasan:
Hadis ini menjelaskan bahwa menerima upah atau gaji dari membaca dan mengajarkan al-Qur’an tidak haram, bahkan ada hadis yang menerangkan ada mahar nikah dibayar dengan mengajarkan surat al-Fatihah oleh suami.
Jadi, tidak haram menerima:
1. Pemberian sehabis membaca al-Qur’an, tetapi tidak diperjual belikan.
2. Upah atau gaji karena mengajarkan membacanya.
3. Honorarium mengarang buku-buku agama.
4. Keuntungan mencetak al-Qur’an, tafsirnya dan lain-lain.
Itu termasuk usaha dan Mendakwahkan Agama, untuk mendapatkan ajrunya dari Allah SWT ialah dengan meniatkan bahwa usaha itu untuk Dakwah Islamiyah dan karena Allah SWT, menurut pendapat K. H. Kahar Masyhur dalam bukunya “ Bulughul Maram” juj I, menyebutkan bahwa seharusnyalah upah dan gaji mereka diperhatikan baik-baik dan jumlahnya kira-kira memenuhi, agar terjamin kehidupan mereka dan keluarganya. Alangkah baiknya, jika ada sesuatu badan yang memikirkan dan mengurus ekonomi mereka itu, sebab mereka berbuat untuk kepentingan umat islam (umum).
Kadang-kadang ada umat islam yang memandang remeh jika seorang ustadz menerima upah, gaji, atau honor, dan lainnya sebagai balas jasa. Itu pemikiran yang keliru. Bukankah mereka juga manusia dan pula berkeluarga, jika ekonomi mereka tidak terjamin, sehingga mereka mogok, maka seluruh masyarakat kegelapan penerangan agama. jadi, itu termasuk fardu kifayah.

أخبرنا أبوطاهر الفقيه، ثنا ابوحا مدبن بلال البزاز، ثنا الزعفراني يعنى الحسن بن محمد بن الصباح، ثنا إبراهيم بن مهدى، ثنا عبد الله بن جعفر، أخبرني سهيل بن أبي صالح، عن أبيه، عن أبي هريرة قال: قال النبي ص م: أَعْطُوا اْلاَجِيْر أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقَةُ. (رَوَهُ ابْنُ مَا جَهْ)

وَعَنِ ابْْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قالَ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَعْطُوااْلأَجِيْرَأَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَ قَهُ.رَوَهُ ابْنُ مَا جَهْ. وَفِى اْلبَابِ عَنْ أَبِى هُرَ يْرَةَ رَضِي الله عنه عِنْدَ أَبِى يَعْلَى وَالْبَيْهَقِىِّ، وَجَا بِرٍ عِنْدَ الطَّبْرَانِى وَكُلٌُّهَاضِعَافٌ.
Artinya: Ibnu Umar RA menceritakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bayarlah upah atau gaji itu sebelum kering keringat pekerjanya”

Sebagian praktek kadang-kadang menyalah gunakan maksud hadis ini, yaitu setelah yang menerima upah menerima upahnya, maka dia lari dan tidak menyelesaikan pekerjaannya. Hal itu baik pula diperhatikan sehingga tidak terjadi korban penipuan orang jahat.


DAFTAR PUSTAKA

Masyhur, K. H. Kahar, Bulughul Maram Juj I, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1992), hlm. 514- 516.
Ali al-Baihaqi, Sunan al-Kubro Juz 6.
Abdussami, Humaidy dan Tahrir, Masnun Islam dan Hubungan Antar Agama, Yogyakarta: LKiS, Hlm. 30
Imam Bukhori